Hingga saat ini masih menjadi isu yang sangat memprihatinkan tentang masalah sampah. Berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik pada tahun 2018, masih ada diangka 0,72 indeks ketidakpedulian masyarakat Indonesia atas sampah. Angka tersebut berarti ada sekitar 72% orang Indonesia yang tidak peduli dengan masalah sampah ini. Padahal pada tahun 2025 yang akan datang, Indonesia menargetkan bersih sampah secara nasional.
Novrizal Tahar selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan jika perilaku manusia lah yang paling berkontribusi terhadap masalah sampah tersebut.
Untuk bisa mengeliminasi sumber masalah sampah ini maka diperlukanya pendidikan soal lingkungan sejak usia dini. Dirinya mengatakan jika sampah ini merupakan masalah kultural. Sehingga untuk mengatasinya adalah dengan memikirkan bagaimana caranya membangun kultur atau peduli sampah, harus dibuatnya mindset baru.
Telah terbukti jika anak anak dapat menjadi agen perubahan, termasuk didalamnya urusan pengendalian sampah. Banyak ditemukan pejuang lingkungan yang justru memulai aksinya itu sejak mereka berusia dini. Salah satu diantaranya adalah seorang penjuang lingkungan yang sempat berbicara diacara “Yuk Mulai Bijak Plastik” di Jakarta.
Dia adalah I Kadek Bayu Saputra yang cocok disematkan julukan kecil kecil cabai rawit. Menurut berita Bali terkini, bocah tersebut adalah seorang siswa kelas 6 SDN Pelita Pedungan Bali yang menjadi pemimpin bagi teman teman sekolahnya untuk menabung sampah.
Bayu mengatakan jika awalnya itu dari kelas 4 SD ada bank sampah tetapi hanya untuk satu kelas saja. Teman temannya yang mengumpulkan sampah sampah itu, senang senang saja melakukan kegiatan menabung sampah itu. Dari pengalaman tersebut muncullah inisiatif untuk membuat bank sampah didalam skala yang lebih luas lagi.
Terlebih lagi bayu ingin merasakan manfaat dari keberadaan bank sampah tersebut. Rumah Bayu dekat dengan TPA, kotor dan juga banyak sampah juga. Dengan mengikuti kegiatan Bank sampah tersebut lingkungan tempat tinggalnya menjadi bersih, dapat uang, dan juga dapat untung.
Tabungan sampah tersebut dikumpulkan setiap hari Sabtu di sekolahnya. Didalam satu tahun, Bayu dapat memperoleh uang sebesar Rp. 100 ribu hingga Rp. 200 ribu. Jika Bayu dapat menabung sampah dalam jumlah yang banyak, maka dirinya akan mendapatkan penghargaan tambahan. Uang yang didapatkan dari menabung sampah itu dimanfaatkan Bayu untuk tambahan uang jajan atau beli buku.
Sekarang ini ada sekitar 650 anak yang telah bergabung didalam Bank sampah tersebut. Memang banyak orang yang mengapresiasi adanya bank sampah tersebut, tetapi bukan berarti tidak adanya orang sekitar yang menganggap sepele bank sampah tersebut, terlebih orang orang dewasa.
Menurut Bayu adanya ibu ibu yang tidak menyukai dengan apa yang dilakukan dirinya yang mengumpulkan sampah. Saat itu Bayu justru balik memarahi ibu ibu tersebut dengan mengatakan jika yang kotor itu adalah dirinya bukan ibu ibu yang marah tersebut.
Jika selama ini sampah dan air limbah domestic dikenal sebagai sebuah hal yang menjijikan karena dianggap bau dan kotor, tetapi dengan adanya program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dan tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R) yang diinisasi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), justru adanya sampah dan limbah tersebut akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Sanimas dan TPS3R ini adalah sebuah program infrastruktur berbasis masyarakat (IBM).